ADVERTORIAL

Adnan Faridhan Sebut Fenomena Buzzer Ancam Kesehatan Demokrasi

SAMARINDA – Maraknya aktivitas buzzer di media sosial yang menyerang warga atau tokoh publik kritisi pemerintah mendapat perhatian serius dari kalangan legislatif Samarinda.

Adnan Faridhan, anggota Komisi DPRD Kota Samarinda, memberikan pandangan kritis terhadap fenomena yang dinilainya merusak iklim demokrasi.

Dalam wawancara eksklusif Selasa (20/5/2024) di kantor DPRD, Adnan menggambarkan buzzer sebagai “hantu” yang sulit dilacak namun memberikan dampak nyata bagi korbannya.

“Isu buzzer ini memang agak unik dan bisa dibilang abu-abu, ya. Karena ada dua sisi yang saling bertolak belakang,” ujar Adnan memulai analisisnya.

Ia mengacu pada pernyataan Wali Kota Samarinda yang menyangkal keterlibatan Pemerintah Kota dalam aktivitas buzzer, namun tetap mempertanyakan kebenaran klaim tersebut mengingat pola serangan yang sistematis.

“Kemarin juga ada pernyataan dari Pak Wali Kota, beliau bilang bahwa buzzer itu bukan berasal dari pihak Pemkot. Tapi di sisi lain, ada pihak-pihak, termasuk korban yang merasa bahwa setiap kali mereka mengkritik pemerintah, langsung muncul akun-akun yang membalas dengan serangan pribadi atau narasi negatif,” jelasnya.

Pengalaman pribadi Adnan sebagai korban serangan buzzer memperkuat keyakinannya tentang adanya orchestrasi yang terorganisir.

“Contohnya, waktu saya tidak hadir dalam rapat paripurna, muncul video dari sudut atas yang biasanya hanya bisa diambil oleh wartawan. Tapi saya juga tidak tahu itu wartawan dari mana. Bisa saja orang luar masuk dan menyamar. Itu yang membuat saya merasa keberadaan buzzer ini tidak sehat bagi iklim demokrasi,” ungkapnya.

Adnan menuntut sikap tegas dan transparan dari Pemerintah Kota jika memang tidak terlibat dalam aktivitas buzzer yang merugikan banyak pihak.

“Kalau memang benar Pemkot tidak membiayai atau menggerakkan buzzer, harus ada sikap resmi dari pemerintah. Karena dalam situasi ini, ada pihak yang dirugikan—seperti konten kreator, aktivis, bahkan beberapa anggota dewan termasuk saya dan Pak Anhar yang juga pernah menjadi sasaran fitnah atau framing negatif,” tegasnya.

Sebagai solusi, Adnan mendorong korban buzzer untuk menempuh jalur hukum dan menuntut transparansi dalam pengungkapan dalang di baliknya.

“Saya rasa, jika ada masyarakat atau pihak lain yang merasa dirugikan, sebaiknya melapor secara resmi. Dan kalau bisa, diungkap siapa di balik buzzer itu,” katanya.

Pertanyaan mendasar yang dilontarkan Adnan menyentuh aspek motivasi dan kepentingan di balik fenomena buzzer.

“Logikanya, orang tidak mungkin menggerakkan sesuatu tanpa kepentingan. Pertanyaannya: apa kepentingannya? Apakah sekadar mengadu domba? Atau memang ada yang menyuruh? Nah, siapa yang menyuruh inilah yang harus dibuka dan diusut secara terang,” pungkasnya dengan penuh penekanan.(ADV/DPRDSAMARINDA/GB)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
@media print { .stream-item-above-post } }