Dewan Dorong Generasi Muda Kutai Timur untuk Bangkitkan Sektor Pertanian
Longtime.id – Upaya mengembangkan sektor pertanian di Kutai Timur kini semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak. Istilah Petani Milenial, yang sempat digaungkan oleh Menteri Pertanian Indonesia, menjadi peluang bagi generasi muda untuk berkreasi dan berinovasi di dunia pertanian.
Menanggapi hal tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur, Hasbollah, menyatakan dukungannya terhadap konsep ini. Ia menilai bahwa sektor pertanian memiliki potensi besar untuk dikembangkan, terutama dengan melibatkan generasi muda.
“Lahan kita terus menyusut setiap tahun. Ini karena kekurangan petani, terutama generasi muda, yang rata-rata lebih memilih sektor industri. Banyak juga alih fungsi lahan, seperti sawah yang ditanami pisang atau komoditas lain,” ujar Hasbollah.
Hasbollah mengaku prihatin dengan penurunan minat di sektor pertanian, padahal sektor ini, menurutnya, sangat menjanjikan jika dikelola dengan sungguh-sungguh. “Banyak yang melihat sektor pertanian tidak menjanjikan kesejahteraan. Padahal, kalau dihitung secara serius, hasil dari sawah atau padi itu bisa sangat menguntungkan,” jelas politisi Partai Golkar tersebut.
Hasbollah juga menyoroti perlunya strategi khusus untuk meningkatkan minat generasi muda terhadap pertanian. Salah satu caranya adalah dengan mengubah pendekatan pemerintah terhadap kesejahteraan petani.
“Setiap harga beras naik, pemerintah biasanya melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga. Tapi, dengan cara seperti ini, kapan petani bisa sejahtera?” tegasnya. Ia mengusulkan agar pemerintah membeli hasil panen petani dengan harga yang lebih tinggi dan memberikan subsidi secara langsung.
“Konsepnya harus diubah. Harga beras petani harus mahal, sementara subsidi diberikan oleh pemerintah. Jangan hanya BBM yang disubsidi dan lebih banyak dinikmati oleh orang kaya. Petani juga butuh subsidi agar kesejahteraan meningkat,” tambah Hasbollah. Lebih lanjut, Hasbollah mengungkapkan visinya untuk menjadikan sektor pertanian di Kutai Timur sebagai industri yang modern.
“Lihat Jepang atau Thailand. Mereka bisa menjadikan pertanian sebagai industri. Kita juga bisa melakukannya, tapi harus ada perubahan pola pikir dan strategi. Kalau pertanian kita masih mengandalkan cangkul, generasi muda tidak akan tertarik,” jelasnya.
Sebagai seseorang yang berasal dari keluarga petani, Hasbollah merasa sangat memahami kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh petani. “Saya juga petani, jadi saya tahu. Harga beras sering ditekan, sementara proses produksi panjang dan biaya tinggi. Petani sering dirugikan. Makanya, mindset dan metode ini harus diubah,” tutupnya. (Fie/Adv/DPRD Kutim)