int.
Longtime.id – Partai Buruh telah mempelajari salinan Perppu Cipta Kerja yang beredar di media sosial. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan menolak peraturan tersebut karena terdapat sejumlah pasal yang merugikan buruh. Karena itu, kata dia, buruh akan mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review. Selain itu, buruh juga akan melakukan aksi penolakan pasal-pasal dalam Perppu tersebut.
“Langkah-langkah ke depan akan diambil secara hukum, gerakan, aksi dan pendekatan-pendekatan lobi. Kita berharap bisa bertemu dengan Presiden,” jelas Said Iqbal dalam konferensi pers.
Iqbal menambahkan Partai Buruh juga akan menunggu peraturan pemerintah yang menjadi turunan Perppu Cipta Kerja sebagai bahan untuk mengambil langkah lanjutan.
Adapun sejumlah pasal yang ditolak buruh antara lain pasal tentang upah minimum dan outsourcing. Di dalam Perppu, upah minimum kabupaten/kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh gubernur. Menurutnya, istilah tersebut multitafsir karena itu mereka mengusulkan redaksi, “Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota.”
Selain itu, Perppu juga menyebutkan variabel kenaikan upah minimum terdiri dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Menurutnya, kata indeks tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan sehingga buruh mengusulkan kata tersebut dihapus.
Sedangkan untuk outsourcing atau alih daya masih diperbolehkan dalam Perppu atau secara prinsip sama dengan UU Cipta Kerja. Dalam Perppu disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.
“Akan diatur dalam perturan pemerintah, mana yang boleh mana yang tidak. Makin tidak jelas. Karena semakin menegaskan semua pekerjaan bisa di outsourcing,” tambahnya.
Partai Buruh juga menolak ketentuan soal pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, PHK, serta tenaga kerja asing di Perppu yang tidak mengalami perubahan dari UU Cipta Kerja.
Kendati menolak pasal-pasal tersebut, Iqbal menegaskan Partai Buruh tidak menolak penerbitan Perppu karena dinilai lebih baik ketimbang dibahas bersama DPR.
VOA sudah menghubungi beberapa perwakilan organisasi perusahaan seperti KADIN dan APINDO terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari KADIN.. Sedangkan APINDO baru akan menyampaikan pernyataan sikap pada Selasa (3/1).
Pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja menjelang pergantian tahun 2023. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah memiliki alasan yang cukup untuk menerbitkan Perppu tersebut. Antara lain untuk mengantisipasi kondisi geopolitik dan ekonomi global.
“Pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak, yaitu misalnya dampak perang Ukraina yang secara global maupun nasional memengaruhi negara-negara lain, termasuk Indonesia mengalami ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, suku bunga, kondisi geopolitik, serta krisis pangan,” jelas Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12).
Mahfud mengklaim penerbitan Perppu dilakukan karena kebutuhan mendesak, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 38/PUU-VII/2009. (hb/red)