EKONOMI

Petani Sawit Merana, Harga TBS Anjlok 50 Persen

Longtime.id Kondisi terkini industri kelapa sawit pasca penerapan larangan ekspor CPO di berbagai daerah dikeluhkan para petani. Harga Tandan Buah Segar (TBS), anjlok. Fenomena industri kelapa sawit pada dua minggu terakhir terus jadi isu publik. Hal tersebut tak lepas dari kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng sawit beberapa bulan ini. Berbagai kebijakan pun diberlakukan namun tak juga menyelesaikan persoalan.

Terakhir, Presiden Joko Widodo melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada 28 April 2022 hingga ketersediaan minyak goreng mencukupi dalam negeri. Namun, Pemerintah Indonesia saat ini menghadapi tantangan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri pasca pelarangan eksport CPO dan bahan baku minyak goreng lainnya. Khusus dalam negeri, berdampak ambruknya harga petani tandan buah segar (TBS), yang dinilai tidak cepat diantisipasi potensi dampak negatifnya kepada petani sawit.

Menurut data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) harga TBS per tanggal 23-30 April anjlok sebesar 58,87 persen. Padahal, sudah ada regulasi hukum terkait penetapan harga TBS lewa Peraturan Menteri Pertanian nomor 1/2018 tentang tatacara pedoman penetapan harga TBS Petani sawit.

Ketua Apkasindo Gulat Manurung menjelaskan bahwa sesungguhnya regulasi  tersebut sangat kuat menjaga kenormalan harga TBS petani, jika kementerian terkait langsung mengantisipasi pasca Presiden Jokowi menyampaikan kebijkannya. “Tapi sayang hal itu terabaikan,” ucapnya kepada Bisnis, Rabu (4/5/2022).

Dia menuturkan, hal yang lebih parah adalah provinsi yang belum memiliki Pergub Tataniaga TBS, dimana penurunan harga TBS nya anjlok sampai 65,45 persen (lihat tabel). Fenomena ini juga ternyata dimanfaatkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) menaikkan potongan timbangan yang dalam Permentan Nomor 1/2018 “diharamkan”.

“Ya benar pasca pidato Presiden Jokowi 22 April, potongan timbangan di PKS naik hampir 3 kali lipat,” ujar Gulat. Misalnya, lanjut dia, jika petani A ke PKS menjual TBS nya 1.000 kilogram (kg), jika potongan timbanganya 10 persen, maka yang dibayar oleh PKS adalah hanya 900 kg.

Dia menilai, Permentan 01 Tahun 2018 dan Pergub Tataniaga TBS di delapan provinsi dan terakhir surat edaran Dirjend Perkebunan Nomor 165 Tahun 2022 praktis tidak dipedulikan oleh semua PKS dan industrI sawit lainnya.

“Pertanyaan yang cukup mendasar bagi kami petani sawit adalah ‘siapa yang melindungi kami?’, ungkap Gulat. Perlu diketahui bahwa patokan dari harga TBS adalah tender CPO di KPBN dan selanjutnya patokan harga CPO di KPBN adalah harga CPO internasional. “Semua orang tau bahwa harga CPO saat ini sedang naik, seharusnya TBS petani juga naik, jika pun turun akibat larangan ekspor harusnya harga TBS kami dibeli PKS tidak kurang dari Rp.3.800/kg, kami sudah dapat berhitung dengan cermat, sebab kami sudah generasi kedua,” tuturnya. Gulat mengungkapkan bahwa di Malaysia harga TBS Petani sudah mencapi Rp.5.000/kg karena patokan mereka adalah harga CPO internasional (Rp.23.900/kg). (Bisnis)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button