DPRD Kaltim Mediasi Sengketa Lahan, Tegaskan Netralitas dan Hindari Isu SARA

Longtime.id – Sengketa kepemilikan lahan antara Hairil Usman dan Keuskupan Agung Samarinda di Jalan Damanhuri II, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, kini menjadi sorotan DPRD Kaltim.
Kasus ini bukan sekadar konflik kepemilikan, melainkan berpotensi menimbulkan ketegangan sosial jika tidak diselesaikan secara bijak.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Kaltim yang digelar Selasa, 10 Juni 2025, para anggota dewan menekankan pentingnya pendekatan netral dan musyawarah.
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, dan dihadiri perangkat kecamatan, kelurahan, serta pihak pelapor Hairil Usman bersama kuasa hukumnya. Namun, pihak Keuskupan Agung Samarinda absen.
Agus Suwandy mengingatkan bahwa sengketa ini harus dijauhkan dari isu sensitif seperti agama dan keyakinan.
“Ini bukan soal siapa agamanya apa. Kita fokus pada status hukum tanah, bukan perbedaan keyakinan. Isu SARA sangat rentan memecah masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agus berkomitmen untuk bersikap netral dan adil. Komisi I akan segera memanggil pihak Keuskupan untuk mengklarifikasi dokumen kepemilikan dan memastikan kesesuaian objek sengketa dengan data Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kita ingin pastikan, jangan sampai dokumen kepemilikan mengacu pada satu lokasi, tapi objek fisiknya ternyata berada di tempat lain. Ini harus jelas,” terangnya.
Sengketa bermula dari penjualan lahan oleh Djagung Hanafiah (ayah Hairil) kepada Dony Saridin pada 1988, yang menurut Hairil belum dilunasi. Tanah tersebut tercatat dalam SPPT atas nama Margareta, istri Dony, dan disebut mengalami perubahan sebelum dihibahkan ke Keuskupan.
Meski konflik telah berlangsung lama, DPRD Kaltim menekankan jalur hukum dan mediasi sebagai solusi utama untuk menjaga ketertiban masyarakat.
Sebagai tindak lanjut dari persoalan ini, RDP lanjutan dijadwalkan pada Selasa, 17 Juni 2025. DPRD juga meminta camat dan lurah melakukan penelusuran ulang dokumen lahan terkait.
“Kita ingin penyelesaian yang berkeadilan dan damai. Jangan sampai perbedaan pandangan ini justru menimbulkan perpecahan. DPRD siap jadi fasilitator untuk menyatukan semua pihak,” pungkasnya.
Dengan mengedepankan dialog dan prinsip netralitas, DPRD Kaltim berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara bermartabat tanpa menimbulkan gejolak sosial. (Adv/Sb/DPRDKaltim)