SMA Terbuka Jadi Solusi Akses Pendidikan di Wilayah Terpencil Kukar

Longtime.id – Keterbatasan akses pendidikan menengah atas di wilayah terpencil Kutai Kartanegara (Kukar) mendorong lahirnya gagasan pendirian SMA Terbuka sebagai solusi.
Menanggapi hal itu Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, menyambut baik inovasi ini, namun menekankan perlunya regulasi yang jelas dan perencanaan matang, terutama terkait ketersediaan lahan.
Menurutnya, meskipun Kukar memiliki kelebihan daya tampung sekitar 703 siswa, permasalahan utama bukan pada jumlah sekolah, melainkan jarak tempuh dan kondisi geografis yang menyulitkan siswa desa mengakses pendidikan.
“Ya sebenarnya di Kukar itu, khususnya di daerah desa, kalau dikatakan tidak ada daya tampung, ada juga. Tapi masalahnya, lokasi sekolah jauh dari pemukiman murid. Ini yang membuat akses mereka sulit,” ucapnya.
Sarkowi juga mencermati kecenderungan masyarakat memilih sekolah negeri karena fasilitas lebih lengkap dan biaya lebih terjangkau dibandingkan sekolah swasta. Namun, daya tampung sekolah negeri yang terbatas menciptakan dilema tersendiri.
“Kecuali swasta yang unggulan ya, itu sapras dan kualitasnya lebih baik. Tapi tentu sebanding dengan biaya yang dibutuhkan. Ini jadi dilema, karena semua ingin masuk negeri, sementara daya tampung tetap terbatas,” jelas Sarkowi.
Sebagai langkah konkret, DPRD Kaltim bersama pemerintah provinsi telah mengupayakan pembangunan sekolah baru, seperti di Loa Tebu, meskipun tantangan pembebasan lahan masih menjadi hambatan utama.
“Persoalannya, kita itu kalau mau bangun sekolah, lahan harus jelas dulu. Kalau lahannya milik kabupaten atau ada hibah dari tokoh masyarakat, itu memudahkan. Tapi kalau harus pembebasan lahan, itu makan waktu dan berat,” terangnya.
Ia mencontohkan bahwa rencana awal pembangunan di Mangkurawang harus dipindah ke Loa Tebu karena tidak tersedia lahan hibah.
Pembangunan sekolah di Loa Tebu kini telah menghasilkan dua rombongan belajar yang akan dimulai tahun ini.
Lebih lanjut, Sarkowi juga menyoroti fenomena siswa yang tidak diterima di sekolah karena pilihan yang terbatas, sehingga banyak dari mereka memilih menunggu tahun berikutnya untuk kembali mendaftar.
Selain itu, Sarkowi menyoroti banyaknya siswa yang gagal masuk sekolah negeri akibat keterbatasan pilihan dan akhirnya menunda pendidikan hingga tahun berikutnya. Dalam hal ini, konsep SMA Terbuka dinilai bisa menjawab tantangan akses di wilayah dengan kondisi geografis sulit dan ekonomi rendah.
“Kalau memungkinkan, tentu akan kita lakukan. Karena anak-anak kita butuh semangat untuk sekolah. Kadang jarak sekolah yang jauh bikin biaya transportasi melebihi kebutuhan hidup mereka,” sambungnya.
lebih lanjut, Sarkowi juga mengingatkan bahwa banyak siswa di daerah pesisir atau perkampungan nelayan harus membantu orang tua, sehingga tidak bisa tinggal jauh dari rumah demi mendekati sekolah.
Oleh karena itu, model pendidikan fleksibel seperti SMA Terbuka dinilai relevan.
Sebagai penutup, Sarkowi menyoroti peran sekolah swasta yang selama ini menjadi penampung alternatif bagi siswa yang tidak tertampung di negeri.
Ia menegaskan perlunya keseimbangan kebijakan agar sekolah swasta tidak mengalami kekurangan murid.
“Kita tidak bisa menafikan sekolah swasta. Kalau semua ingin masuk negeri, bagaimana nasib sekolah swasta? Ini juga harus menjadi pertimbangan dalam merancang sistem penerimaan dan pemerataan pendidikan,” pungkasnya. (Adv/Sb/DPRDKaltim)