Ratusan Guru Honorer SMA/SMK di Kaltim Belum Terima Gaji Sejak Januari, DPRD Minta Pemprov Bertindak Cepat

Longtime.id – Selama enam bulan terakhir, ratusan guru honorer di jenjang SMA dan SMK di Kalimantan Timur (Kaltim) belum menerima pembayaran honor sejak Januari 2025. Keterlambatan ini menimbulkan keresahan di kalangan tenaga pendidik, terutama bagi mereka yang sepenuhnya bergantung pada upah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Menanggapi situasi ini, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyampaikan keprihatinannya dan menegaskan bahwa program pendidikan gratis tidak boleh mengorbankan kesejahteraan para guru.
“Jangan sampai program gratis ini membuat kita melupakan kualitas guru dan sarana prasarana pendidikan. Kualitas hidup guru, termasuk kesehatannya, juga harus diperhatikan,” ungkap Darlis.
Menurutnya, insentif bagi guru honorer perlu ditingkatkan agar kualitas pendidikan tetap terjaga, terlebih bagi mereka yang tidak masuk dalam skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Ia menekankan bahwa meskipun tidak berstatus P3K, para guru honorer tetap menjalankan tugas mengajar secara penuh.
“Mereka tetap mengajar dan mengisi ruang-ruang pembelajaran meski tidak masuk dalam data P3K. Pemerintah harus memberi perhatian serius,” ucapnya.
Darlis juga menyinggung persoalan data sebagai akar masalah dalam pencairan honorarium. Banyak guru honorer disebut tidak masuk dalam database karena masa kerja yang masih singkat atau laporan dari sekolah yang tidak sinkron dengan dinas terkait.
“Sering kali database guru honorer kita bermasalah. Ada sekolah yang melaporkan tenaga pengajar non-P3K yang sebenarnya ada, tapi tidak tercatat. Ini kadang dilakukan demi mengejar akreditasi,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni, membenarkan keterlambatan tersebut. Ia menjelaskan bahwa banyak guru honorer belum menerima Surat Perintah Kerja (SPK) dan tidak tercantum dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik)., terutama mereka yang masa kerjanya belum mencapai dua tahun, sehingga belum tercakup dalam skema Tenaga Tidak Tetap Daerah (T3D).
“Mereka ini belum menerima SPK dan tidak masuk Dapodik karena belum dua tahun masa kerja, sehingga tidak terdata dalam program T3D atau guru honorer,” ujar Sri Wahyuni.
“Tapi sekolah masih membutuhkan mereka, jadi dicarikan solusi melalui dana BOSDA,” sambungnya.
Sri memastikan bahwa proses pencairan melalui dana BOSDA sudah mulai berjalan.
Pencairan tahap pertama telah dilakukan untuk SLB, dan berikutnya akan disalurkan untuk guru SMA dan SMK setelah penyesuaian peraturan gubernur dan petunjuk teknis.
“Prosesnya sedang berlangsung. Kemarin sudah untuk SLB, berikutnya SMA dan SMK. Kami berharap bisa segera terealisasi dalam waktu dekat,” pungkasnya.
Para guru honorer kini berharap pencairan honor tersebut dapat segera tuntas agar mereka dapat kembali fokus menjalankan tugas mengajar tanpa terbebani oleh masalah finansial.
Terakhir, Komitmen pemerintah dalam menjamin keberlangsungan program pendidikan dan kesejahteraan guru dinilai sangat krusial di tengah semangat pemerataan pendidikan di daerah. (Adv/Sb/DPRDKaltim)



