Ismail Latisi Minta Insentif Guru Non-ASN Ditingkatkan dan Sekolah Pinggiran Diperhatikan
Samarinda – Legislator DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, menyoroti persoalan mendasar dalam dunia pendidikan di kota ini. Menurutnya, kualitas pendidikan tidak akan bergerak maju jika kesejahteraan guru dan ketersediaan sarana pendidikan di wilayah pinggiran belum merata.
Pernyataan itu disampaikannya saat membahas pelaksanaan ujian nasional yang dianggapnya bisa menjadi pendorong semangat belajar siswa. Namun, semangat tersebut dinilai tak akan cukup tanpa dukungan dari para pengajar yang sejahtera.
“Kalau bicara kualitas pendidikan, ya kita juga harus bicara tentang bagaimana kondisi guru-gurunya. Kalau gaji masih minim dan harus kerja di dua sekolah, itu artinya belum ideal,” ujar Ismail kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).
Ia mengaku pernah mengalami langsung kondisi tersebut, di mana seorang guru harus mengajar di dua sekolah dalam sehari demi mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Meski mengapresiasi dedikasi guru yang tetap ikhlas mengajar, ia menekankan bahwa tekanan ekonomi bisa berdampak langsung pada kualitas pengajaran. Karena itu, ia meminta agar insentif daerah, khususnya bagi guru non-ASN dan non-PPPK, bisa ditingkatkan.
“Kita punya insentif dan juga TPGA. Nah itu perlu dipastikan tetap jalan, bahkan kalau bisa ditambah,” kata politisi dari Komisi IV DPRD Samarinda itu.
Tak hanya soal guru, Ismail juga menyoroti kesenjangan antara sekolah-sekolah di pusat kota dan yang berada di wilayah pinggiran seperti Sebulu dan Palaran. Menurutnya, pembangunan fasilitas pendidikan harus dijalankan secara merata agar tidak menimbulkan kesan diskriminatif.
“Anak di pinggiran juga punya hak yang sama atas pendidikan yang layak. Jangan sampai muncul anggapan ada sekolah ‘anak emas’ dan ‘anak tiri’,” tegasnya.
Ia menyadari keterbatasan anggaran menjadi tantangan klasik dalam pemerataan pendidikan. Namun, menurutnya, masih ada alternatif yang bisa ditempuh, seperti mengoptimalkan bantuan dari pemerintah provinsi atau memanfaatkan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Contoh konkret sudah ada, kayak pembangunan SMP 50 di Palaran. Sekarang sekolahnya jauh lebih layak. Itu bisa jadi model untuk wilayah lain,” pungkasnya.(ADV/DPRDSAMARINDA/GB)



