DPRD Kaltim Rekomendasikan Pengakhiran Kerja Sama Mall Lembuswana, Dorong Optimalisasi Aset Daerah

Longtime.id – Hak Guna Bangunan (HGB) Mall Lembuswana, yang berdiri di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), akan berakhir pada 2026. Menyikapi hal ini, Komisi II DPRD Kaltim merekomendasikan agar kerja sama pemanfaatan lahan dengan pihak pengelola mall tidak diperpanjang.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menegaskan bahwa rekomendasi tersebut bertujuan untuk mendorong pengelolaan aset daerah yang lebih transparan, adil, dan berorientasi pada kepentingan publik.
“Kami di komisi II merekomendasikan untuk tidak diperpanjang,” ujar Sabaruddin.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa keputusan akhir tetap menunggu hasil kajian resmi dari instansi terkait. DPRD, lanjutnya, masih menantikan informasi dan analisis menyeluruh sebelum langkah konkret diambil.
Sabaruddin menyoroti pentingnya pemanfaatan aset publik oleh pihak swasta yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga harus memberi kontribusi nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat.
“Setiap kerja sama ke depan harus berpihak pada nilai tambah ekonomi dan kepentingan masyarakat luas,” ucapnya.
Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi Kaltim maupun pihak pengelola Mall Lembuswana terkait wacana tersebut.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi Kaltim maupun pihak pengelola Mall Lembuswana terkait rekomendasi tersebut. Namun, isu ini telah menjadi sorotan publik, mengingat mall yang berdiri sejak 1998 di atas lahan eks-Taman Budaya itu merupakan salah satu pusat perbelanjaan paling dikenal di Samarinda.
Kasus Mall Lembuswana dinilai mencerminkan persoalan yang lebih luas terkait tata kelola aset daerah. Komisi II DPRD Kaltim telah lama mendorong evaluasi menyeluruh terhadap kerja sama aset milik pemerintah provinsi yang melibatkan pihak ketiga.
DPRD berharap keputusan yang akan diambil nantinya benar-benar memperhitungkan dampak ekonomi dan sosial. Jika kerja sama yang ada tidak memberikan kontribusi signifikan, maka opsi penataan ulang, hingga pembukaan peluang investasi baru, layak untuk dikaji.
“Prinsipnya, aset daerah harus menjadi kekuatan pembangunan dan memberi nilai tambah untuk kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (Adv/Sb/DPRDKaltim)



