Mediasi Pesangon Karyawan PT AETL Masih Buntu, DPRD Kutim Siapkan Langkah Hukum
Longtime.id – Rapat dengar pendapat yang digelar oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) untuk menengahi kasus pesangon karyawan PT Anugrah Energitama Tepian Langsat (AETL) yang di-PHK, belum menemukan titik terang. Enam karyawan yang di-PHK belum menerima pesangon mereka, sehingga memohon mediasi dari DPRD Kutim.
Yan, Ketua Komisi D DPRD Kutim, menyatakan bahwa pertemuan tersebut belum menghasilkan kesepakatan. “Belum ada kesepakatan. Ini harus dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) karena kami tidak memiliki wewenang untuk memutuskan hubungan industrial antara perusahaan dan karyawan,” ujar Yan di kantor DPRD Kutim, Senin (01/07/2024).
Salah satu karyawan yang di-PHK mengungkapkan kekecewaannya karena usulan mereka ditolak oleh pihak perusahaan dan belum ada titik penyelesaian. “Pertemuan terus berlangsung, namun salah satu dari kami yang dijanjikan penyelesaian selama dua tahun belum ada kejelasan,” ungkapnya saat sidang berlangsung.
Dari pihak perusahaan, mereka belum sepakat dengan anjuran yang diberikan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan akan mengonfirmasi lebih lanjut dengan manajemen pusat. “Kami memerlukan waktu untuk mengambil sikap lebih lanjut dan pembahasan hari ini akan dituangkan dalam notulen serta perlu konfirmasi manajemen pusat,” kata perwakilan perusahaan.
Yan menjelaskan bahwa perbedaan pandangan antara pihak perusahaan dan karyawan menjadi hambatan utama dalam mencapai kesepakatan. “Satu pihak menganggap ini sebagai PHK yang harus diikuti dengan pesangon, sementara pihak lain menyatakan kontrak kerja waktu tertentu (PKWT) berakhir sehingga tidak ada kewajiban pesangon,” ungkapnya.
Rapat tersebut merupakan tindak lanjut setelah sebelumnya difasilitasi oleh Disnaker yang sudah memberikan anjuran dan angka-angka terkait pesangon. Namun, pihak manajemen perusahaan tetap bersikeras tidak ada pesangon. “Disnaker sudah memberikan anjuran dan angka-angka, tetapi manajemen tetap berpendapat tidak ada pesangon,” tutur Yan.
Yan menambahkan bahwa kasus seperti ini sering terjadi di mana karyawan yang belum diberi status karyawan tetap dianggap sebagai pekerja harian lepas (PHL) meski sudah bekerja cukup lama. Dalam kasus ini, karyawan PT AETL telah bekerja selama 9 tahun. “Karyawan sudah bekerja sejak 2014 dan 2017 secara berturut-turut, sehingga mereka merasa sudah menjadi karyawan tetap,” ujarnya.
Karena pihak perusahaan tegas tidak memberikan pesangon, Yan menyatakan bahwa perkara ini seharusnya diserahkan kepada ahli hukum. “Dari kami, pemerintah sangat mendukung anjuran Disnaker karena memperkerjakan orang selama 9 tahun tanpa mengangkat menjadi karyawan tetap adalah pelanggaran,” tegas Yan.
Yan berpendapat bahwa masalah ini harus dinilai dari segi hukum dan pengadilan karena perbedaan pandangan dan definisi antara kedua belah pihak. “Disnaker sudah meninjau ini secara teliti dan berdasarkan hukum. Pihak perusahaan menganggap ini keliru, jadi biar ahli hukum yang menilai,” pungkasnya. (Red)